8/25/08

Kuingin mati di jalan-Mu


Ingatkah aku pada ajaran-ajaran agamaku?
Ingatkah aku pada setiap kebaikan yang tak boleh ditinggalkan?
Mengertikah aku, bahwa setiap perbuatan akan mendapat balasan?
Sadarkah aku bahwa setiap bulir dosa yang kulakukan harus kupertanggungjawabkan?

Ya tuhan,
Apakah aku dicipta dengan bahan yang berbeda dari manusia-manusia lainnya? Apakah ragaku diberi jiwa yang berbeda dari jiwa-jiwa lainnya? Pada kerapuhan hati jiwaku selalu merasa. Pada titik-titik kekuatanku yang terus berkurang, menjadikan lemah kian bertahta.


Apakah aku serapuh itu?
Mungkinkah aku selemah itu?

Tuhan,
Banyak hal tidak mampu kulakukan dengan baik. Tapi pada keberuntungan-Mu kuselalu berlindung. Pada benarnya cahaya-Mu kuingin disinari.

Tuhan,
Jadikan hidupku bermanfaat bagi orang-orang sekitarku. Dan ambil nafasku dalam ibadahku: kuingin mati di jalan-Mu, berpayung rahmat-Mu.

Rindu cinta


Akan adakah cinta tulus seorang perempuan yang mengalir tulus padaku, setulus aliran cinta dari perempuan setangguh-tangguhnya perempuan: ibuku?

Akan hadirkah kasih sayang murni seorang perempuan yang terberi untukku, semurni kasih sayang sahabat terbaikku: daun dan ranting?

Hari terus berlalu, musim dan tahun pun tlah berganti. Tapi, kutetap sendiri. Sedang ibu merenta, sahabat tlah terikat pada mahligainya.

Tuhan, aku rindu tuk mencinta..
Terlebih, aku rindu tuk dicintai
cinta tulus seorang perempuan yang mengalir tulus padaku, setulus aliran cinta dari perempuan setangguh-tangguhnya perempuan: ibuku.

8/22/08

sendiri (sepi)


tanpa cinta
aku tak buta
tapi hampa

tanpa kasih
aku tak mati
tapi sepi

Tuhan,
berikan aku satu
tapi menyatu
bukan membelenggu
agar sepi berwindu
kan berlalu

sendiri
sepi.

8/16/08

Angin dan senja (arti syukur)


Apakah salah angin yang memisahkan daun dari ranting, padahal daun tak lagi hijau, tapi kuning dan mulai mengering?

Atau berdosakah senja yang menenggelamkan matahari dari langit dan menggantinya dengan rembulan?

Padahal hidup adalah proses. Sebuah perjalanan yang menjadikan ada apa-apa yang tiada. Dan pada akhirnya kembali meniadakan apa-apa yang ada.

Lalu mengapa tak merelakan perginya?Malah kau larung bahagiamu pada lautan luka yang kau cipta sendiri.

Renungilah kembali arti syukur, maka jiwamu kan tenang. Dan itulah sumber kebahagiaan.

8/13/08

Indahnya cinta


indahnya cinta
adalah ketika hatiku dan hatimu
bersentuhan
kemudian bertautan
lalu kita saling menjaga rasa
agar tetap bening
sewarna bening matamu
yang dari tatapnya
menghadirkan kesejukan

lalu kututup malam ini dengan senyum
dan kulelap bersama bahagia hari ini.

8/10/08

Tak mampu kumembalas, ibu


“Hidup adalah serupa jalan di pegunungan. Setapak terjal dan berputar. Yang mampu bertahanlah yang kan mencapai puncak”.

Lalu mengapa kuberhenti? Sedang perjalanan ini Masih begitu panjang. Pantaskah menyerah? Sedang seorang perempuan tua pun tak berhenti berjuang, hingga benar-benar ia temui satu ujung perjalanan, yaitu kematian. Dialah yang dengan segenap kekuatannya terus mencoba bertahan dari kencangnya badai kehidupan, dan terus mencoba menaklukan dan memenangkannya. Sedangkan aku terlahir dari rahimnya, Perempuan yang terus membunuh keluh dan karib dengan tegar. Dialah setangguh-tangguhnya perempuan, ibuku.

Dialah teladanku, ketika ku kehilangan petunjuk. Dialah tempatku berkaca, ketika telaga asaku kerontang. Dialah perempuan terhebat yang kukenal sepanjang usiaku.

Ibu,
Ada sejuta kagum membumbung di jiwa, namun lidah selalu kelu tuk berkata. Tercipta seribu kasih, namun polah datar terlaksana.

Ibu,
Pada satu waktu pasti kan kurunut lewat kata-kata. Kan kukecup keningmu, lalu dipangkuanmu kan kutuangkan segala rasa syukurku dikaruniai Tuhan, ibu sehebat dirimu.

Ibu,
Tahukah, betapa jantungku dipenuhi selaksa sesak dan airmataku sekonyong-konyong menetes, di setiap kumendengar lagu yang disenandungkan Iwan Fals yang berjudul “Ibu”. Betapa semua menggambarkan perjalananmu demi aku, demi anak-anakmu. Anak-anak yang tak hentinya menghadirkan susah di hidupmu. Bahkan, ketika kami telah mendewasa seperti ini.


Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah..penuh nanah..

Seperti udara kasih yang kau beri
Tak mampu kumembalas ibu..

Ingin kudekap dan menangis dipangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas ibu..


Ah, bagaimana lagu itu tak pelak menusuk-nusuk kantung rasaku~mewakili isi hatiku, Sedang perjuangannya segaris lirik di lagu tersebut. Sejak ia ditinggal suaminya menghadap Yang Kuasa, lelaki yang menikahinya dan menghadiahkan empat putra dan satu putri, ia harus berjuang bersendirian menghadapi kerasnya kehidupan. Demi aku yang kala itu masih duduk dibangku SLTP dan adikku yang masih duduk dibangku SD.Sedang ketiga kakak-kakakku sibuk mengurus keluarga mereka masing-masing. Bahkan tak jarang mereka masih mengganggu ibuku dalam masalah keuangan, terutama si sulung. Sedang kami bukan orang berada.

Ibu,
Demi mencukupi kebutuhan kita, selesai subuh kau mesti berjalan kaki ke pasar tradisional terdekat, membawa bakul dan keranjang. Disana kau belanja sayur-mayur, yang kemudian kau jajakan dari rumah ke rumah. Ibu, betapa lelahnya perjalananmu. Tapi tak sekalipun kudengar kau mengeluh. Tak sekalipun beratnya perjalanan menghentikan langkahmu tuk berjuang.

Dan enam tahun yang lalu, ketika kumampu menyelesaikan masa STMku dengan gemilang, dan langsung disalurkan bekerja di salah satu anak perusahaan otomotif ternama, dirimu masih tak mau membiarkan aku menggantikanmu tuk membiayai hidupmu dan adikku. Kau masih saja ingin terus berjualan. “Tuhan, betapa tingginya semangat beliau tuk terus berjuang demi anak-anaknya, maka muliakanlah ia”. Pintaku dalam doa-doaku.

Kala itu, ia hanya meminta dibelikan gerobak, tuk menggantikan bakul dan keranjang yang telah bertahun-tahun menemani perjalanannya menafkahi kami. Pun setahun yang lalu, setelah adikku tamat STM dan telah bekerja, ia masih saja tak ingin berhenti berdagang. Bahkan dibuatkan warung di depan rumahpun, agar ia tak kelelahan berkeliling, ia tak mau.

“Aku tak ingin dibuatkan warung, berkeliling lebih bisa mendapatkan pembeli. Apalagi harus berhenti berjualan, sungguh aku tak bisa. Sedang kamu dan adikmu masih belum menjadi karyawan permanen di tempat kalian bekerja. Yang berarti sewaktu-waktu kalian bisa hilang kontrak”. Itu yang ia katakan padaku.

“Lalu apa gunaku sebagai anakmu bila bukan membahagiakanmu? Dan mengapa uang yang kuberikan setiap bulan padamu tak pernah kau pakai? ” Di satu waktu kubertanya.

“Uang itu untuk bekalmu menikah. Tentang bahagiaku, bahagiaku bila tak menyusahkan anak-anakku dan bisa melihat hidup kalian bahagia dengan pasangan kalian nantinya”. Jawabmu akan tanyaku.

Oh, betapa mulia hatimu, bu. Tak mampu kumembalas tetes-tetes keringatmu, Tak bisa ku mengganti setiap letih yang yang pernah menderamu. Hanya surga yang pantas untukmu, semoga Tuhan memberikannya kelak.

8/7/08

Rindu pagi ini


Semangkuk rindu tersaji di meja rasa pada pagi merona
Sejenak terbiar
Sebab hati masih diliput enggan

Rindu terus menggoda
Ah, hati terbawa
Hati mencicip dan menggeliat nikmat

Ternyata rindu bukan lagi tawar
Tak lagi menjadi rasa tak berasa
Rindu kembali purnama
Selepas pertemuan di helai jiwa pada mimpi semalam

Sepoi yang menggelitik mungkin ini angin rindu
Selaras rasa syahdu
Pada perempuan hilang berwindu

Pagi ini pupus semua sendu
Akibat petuah rindu yang kian tertandu

Dan inilah rasa yang kemarin gagu
Rupanya dia menunggu.

Bersyukurlah!

Terlalu banyak keluh, jiwa meluruh rapuh.

8/4/08

Meluka atau dirongrong dahaga


Akan lukaku,
Jangan kau janjikan kau jadi penawarnya
Sedang kau tak bisa menemaniku sepanjang umurmu

Tentang dahagaku,
Jangan kau tawarkan hatimu sebagai pelepasnya
Sedang cintamu telah kau ikatkan pada yang lain

Biarkan saja ku terus meluka, atau dirongrong dahaga
Karena bersanding denganmu bukan lagi mimpi yang kutuju

Kulepas semua yang kuinginkan
Biarku meluka, atau dirongrong dahaga
Sampai luka dan dahaga itu hilang dengan sendirinya
Entah tersapu angin waktu
Atau terbasuh alir cinta baru

Aku takkan mati atau terhenti
Hanya karena dijerat sang patah hati

Ku takkan mati karenanya.

Lalu apa yang telah kuberi (untuk sahabat)


Hari-hari berat,
Di kala beribu pucuk beban kian meranggas di pohon jiwamu
Dan serabut-serabut luka kian mengakar

Dimatamu,
Dapat kutangkap bergaris-garis sembilu
Di antara pendar senyum yang kau bagi pada mereka
Kutahu ada kerapuhan dibalik tegar yang kau coba bangun

Maka apa yang bisa kulakukan
Sedang ku selalu sibuk menghitung lukaku
Yang kuanggap sejumlah rinai hujan yang menetes tadi pagi
Padahal hanya segulung ombak dan kau lautan

Lalu apa yang telah kuberi padamu
Sedang aku mengaku sahabat sejatimu

Hanya sebatas menangkap pilumukah, tanpa menghapusnya?

Tidak, sahabat!
Kan kupatahkan pisau yang merobek-robek rasamu
Kan kugugurkan setiap pucuk bebanmu
Lalu kubakar semua serabut luka itu
Agar tak lagi bunga luka bermekaran di taman sukmamu
Hingga sang bahagia dapat menemukan pintu hatimu
Dan memilih tuk menetap di sana.

Maka episode luka ini berakhir.

*sahabat, seperti yang terus kau ucapkan padaku, bahwa Allah sedang menilai setinggi mana tingkat kesabaranmu. Maka terus bersabarlah, hingga suatu pagi, kan kau reguk manis hasil kesabaranmu.

8/2/08

Karena memaafkan bukan berarti melupakan


Disini,
Ada hati yang pernah terluka
Adalah hati yang sempat kau cabik-cabik menjadi potongan-potongan nyeri
Adalah hati yang bertahun-tahun mencoba menghanyutkan cinta
Pada derasnya aliran pilu di sungai sakit hati yang kau cipta untukku

Aku sempat menantimu,
Berharap kau kembali membawa penawar luka
Mengobatiku..

Dan kusadar,
Menantimu adalah kesalahan
Ternyata waktulah penyembuh lukaku

Lalu mengapa kau kembali
Ketika ku tak lagi membagi waktu tuk bercumbu dengan luka

Kau ingin menggenggam setangkai maafku
Yang kemudian kau tanam di lahan penyesalanmu
Dan berharap kukembali pada gersangmu

Bila itu yang kau mau
Kuberikan kau seikat
Bukan hanya setangkai

Tapi maaf,
Kembali bersamamu adalah langkah mundur bagiku
Sedang ke depan merupakan tujuanku

Dan ku takkan tumbuh disana
Karena memaafkan bukan berarti melupakan.