6/17/09

Surat hari ini (part 3)



Untuk seseorang,

Ini adalah hampa-hampa yang mulai berisi
Tiada-tiada yang mengundang ada
Tentang benci yang mencipta rindu
Di antara amarah yang berubah iba

Kau seringkali mewarnakan hitam dan putih
Terlupa ada abu-abu di antaranya
Sedang dari kita kebanyakan bersifat abu-abu:
Tak benar-benar hitam atau putih

Kau dan aku: kita,
Ini bukan perkara tentang siapa yang kelam atau suci
Melainkan tentang berbedanya kepentingan dan kondisi hati
Sehingga intrik pun tercipta
(Semoga kita mampu mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi)

Sungguh telah terjadi tiada-tiada yang menjadi ada
Puitis-puitis yang kembara telah pulang ke hatiku
Lalu masihkah perlu mewarnakan merah?
Sedang kamu adalah stimulant penemuan puitis yang telah kubuang.

Untuk surat ketiga ini,
Sungguh benar-benar tak ada lagi kandungan amarah dalam perangkaiannya.

6/14/09

Surat hari ini (part 2)


Untuk seseorang,

Kumerasa kutelah begitu berdosa
Sengaja membiarkanmu dalam himpitan rasa bersalah
Padahal sesungguhnya sejak awal kumemaafkan dan tak pernah mendendam

Aku hanya ingin kau tak mengulangi
Dan menyadari bahwa pradugamu
Bukan berarti kebenaran yang terjadi
Karena banyak sisi yang tak bisa kau baca dengan benar akanku


Aku hanya sedang ingin diam
Tak ingin banyak berbicara
Kuharap kau faham akannya

Hatiku memang terjerat ikat kecewa
Tapi bukan berarti aku kan terperangkap selamanya
Sebab sejak dulu kumengerti
Bahwa jemari maaf mampu membuka belenggubelenggu sakit hati

Dan kini,
Mari kita memulai kembali
Bersisian dengan lebih saling menghormati
Melepas canda lewat kata yang bernurani
Mengundang tawa lewat polah yang bijak
Jangan sampai kita tertawa di atas perih sang sahabat
Sungguh berdosa bila berbahagia di atas deritanya.


Sujudku ya Rabb,
Hadirkan rasa takut dalam relungku
Sehingga kuterhindar dari perbuatanperbuatan tidak benar.

6/13/09

Surat hari ini


Untuk seseorang,

Maafkan kumemilih tuk membangun jarak
Menciptakan sebuah batas
Garisgaris yang tak boleh kau lewati
Ruangruang yang tak kuijinkan kau masuk

Sebab di sini ada bagian yang teramat rapuh
Yang kerap kau sentuh
Dan kemarin hampir poranda

Kutahu kau tak pernah bermaksud melukai
Sebab tak kau lihat kerapuhannya
Itulah mengapa dulu berulang kukatakan
“Kau tak pernah benarbenar tahu aku, dan jangan berpura tahu aku”.
Karena nyatanya kau hanya tahu sebagian kecil tentangku.

Biarkan tersisip sekat antara kita
Kan jadi kaku memang
Tapi biarlah

Mungkin kamu kecewa
Sesungguhnya aku juga
Kau bilang dadamu sesak mendengarnya
Terlebih aku, seseorang yang tak terbiasa dengan amarah
Tapi setidaknya ini lebih nyaman buatku
Semoga untukmu juga

Biarkan terus begini
Hingga jarak yang kubangun terkikis oleh waktu
Entah kan hilang atau semakin tebal

Aku memaafkan dan tak mendendam
Mungkin itu saja kalimat penenang yang bisa kuberi untukmu.