4/3/10

Elegi hati sang calon pengantin


Rangkaian masa depan adalah hasil dari pertaruhan-pertaruhan keputusan.

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba sepenggal kalimat tersebut mampir ke dalam pikiran saya. Entah benar, entah salah pernyataan dari kalimat tersebut. Tapi setidaknya, kesinggahannya telah berhasil menumbuhkan keberanian saya untuk mengambil keputusan. Keputusan yang merupakan sebuah pertaruhan hati. Ya, mungkin saya sedang betaruh. Mempertaruhkan masa depan saya dengan keputusan ini (semoga membawa kebaikan, sebab niatnya pun demi kebaikan). Dan akhirnya, saya memutuskan untuk segera melamar kekasih saya (perempuan yang selama 7 bulan ini saya pacari). Meskipun kondisi saya saat ini terbilang memprihatinkan sebagai calon suami. Ya, memprihatinkan, SAYA TIDAK MEMILIKI PEKERJAAN.

Tidak memiliki sumber penghasilan, sebuah alasan yang telah berhasil menunda dan melayukan keberanian saya untuk segera menikahi kekasih saya. Meskipun Orang tua dan para sahabat banyak menasehati. Menurut mereka, sesungguhnya pernikahan itu pembuka jalan rejeki. Mungkin benar, sebab empat dari enam sahabat saya, setelah menikah mereka menjadi lebih kreatif dan bersemangat dalam mengais rejeki. Karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak mereka, sehingga mereka menjadi lebih banyak memutar otak. Tetapi akankah demikian pula yang akan terjadi pada diri saya? Semoga saya tidak mengikuti jejak dua sahabat yang kehidupannya semakin terseok-seok selepas menikah.

Pernikahan itu pembuka rejeki.
Apa benar begitu adanya? Bagaimana jika kehidupan saya akan semakin sulit setelah menikah? Bagaimana jika saya tidak mampu menafkahi lahir bathin istri saya sesuai dengan kelayakan yang semestinya? Ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang terus memenuhi benak saya, yang intinya saya merasa takut kalau nantinya saya tidak bisa menjadi suami yang baik. Tapi setidaknya, saya memiliki tekad untuk selalu berusaha. Dan tentang apa yang akan terjadi nantinya pada saya dan keluarga kecil saya, pemulangan terakhir saya kembalikan kepada Allah Sang Penguasa takdir.

Untuk masalah ekonomi, sesungguhnya mungkin nantinya kami tidak akan terlalu kekurangan. Sebab calon istri saya memiliki pekerjaan tetap. Tapi di lain sisi, justru hal tersebut yang menjadi beban bagi saya. Karena semestinya suamilah yang menjadi tulang punggung keluarga. Apalagi nanti setelah menikah, saya yang akan ikut dengan keluarga istri. Ah, terbayang akan betapa sulitnya kehidupan saya nanti. Apalagi jika saya masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Tetapi satu bekal kuat dari bunda telah saya kantongi. Menjadi lelaki itu harus kuat. Dan bukan kekuatan fisik yang dia maksudkan disini, melainkan kekuatan hati dan pikiran. Keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan dengan mantap, dan siap menerima dan menjalani segala konsekuensinya, apapun itu.


Dan..
Bismillah,
Saat ini saya telah merasa siap bertaruh, mengambil keputusan besar untuk masa depan saya. Menerima segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Berusaha menjalani kehidupan pernikahan dengan baik, sebetapapun sulitnya kehidupan yang harus dilalui. Dan semoga keberadaan istri saya kelak, bisa menghadirkan manis dalam kepahitan yang mendera. Pun dalam doa dan harap-harap saya, semoga Allah memberikan berkah dalam hidup saya, akan keputusan yang saya ambil ini. Semoga Sang segala Maha ini, membukakan jalan untuk saya bisa menafkahi istri saya kelak, menafkahi lahir dan bathin, tanpa kurang. Semoga saya dan istri saya kelak akan selalu bisa menjadi rekan hidup yang baik. Pasangan yang saling bisa memberi kekuatan satu sama lain.

Amin Allahuma amin.

1 comment:

Ratih Soe said...

Amiin untuk semua doamu. Hidup memang penuh tantangan. Semangaaat! :)