Perjalanan cinta ini
Telah menempatkan jiwaku
Pada sebentuk rasa indah dan mendamaikan
Perempuanku,
Dengan kalimat sederhana
Aku ingin mencintai kekuranganmu
Laksana aku mengagungkan kelebihanmu
Tak ingin mengikat gerakmu
Membiarkan ia lepas
Seperti angin yang bebas berhembus kemana ia mau
Perempuanku,
Dengan cara sederhana pula
Aku ingin mencintaimu
Aku tidak akan menjadi cahaya
Dalam malam gelapmu
Hanya akan memberimu sebatang lilin dan sebuah korek untuk kau nyalakan
Tidak pula menjadi kakimu
Saat kau tak mampu lagi melangkah
Hanya akan menghadiahkan punggungku
Untuk membawamu ke tempat hatimu menuju
Tak mau menjadi otakmu
Kala ia terasa buntu
Hanya akan meyakinkan hatimu
Bahwa akan selalu ada jalan bagi yang mau berusaha
Masih dengan cara sederhana,
Aku tak ingin menjadi tenagamu
Tak ingin pula menjadi semangatmu
Agar kau menemukan semua itu dari dalam dirimu
Agar kelak ketika aku tiada
Aku tidak akan menjadi penyakit yang menggerogoti tenaga dan membunuhmu perlahan
Takkan menjadi air yang mematikan obor semangatmu
Cintaku,
Aku ingin mencintaimu
Tanpa menjadikan cinta itu racun bagimu.
10/29/07
10/25/07
Perempuan atas nama cinta
Aku ingin mencintaimu gadis,
Perempuan yang datang atas nama cinta
Membantuku mengikis kelam
Dan menabur kebaikan
Untukku,
Untuk kita,
Untuk mereka
Aku ingin memilikimu gadis,
Perempuan yang kusebut cinta
Yang dengan cintamu mengisi dan menemani setiap kisah hidupku
Aku ingin menjadi lelakimu perempuanku
Suami dalam rumah tanggamu
Pelindung dalam takutmu
Arah dalam langkahmu
Aku ingin menemukanmu perempuanku,
Kapan,
Dimana,
Dan siapa kamu..
Pada lembar-lembar doa ku meminta
Pada garis-garis takdir juga kuberserah.
dimas_rafky
bekasi, 090607
Perempuan yang datang atas nama cinta
Membantuku mengikis kelam
Dan menabur kebaikan
Untukku,
Untuk kita,
Untuk mereka
Aku ingin memilikimu gadis,
Perempuan yang kusebut cinta
Yang dengan cintamu mengisi dan menemani setiap kisah hidupku
Aku ingin menjadi lelakimu perempuanku
Suami dalam rumah tanggamu
Pelindung dalam takutmu
Arah dalam langkahmu
Aku ingin menemukanmu perempuanku,
Kapan,
Dimana,
Dan siapa kamu..
Pada lembar-lembar doa ku meminta
Pada garis-garis takdir juga kuberserah.
dimas_rafky
bekasi, 090607
Labels:
Percik puisi,
tetes cinta
10/21/07
C/w kangen itu rindu
Teringat tetes-tetes air mata yang kamu selipkan di antara bebuliran embun pagi
Sebeningnya cinta bersimpul jarak..
Kutitipkan belaian bersama hembusan bayu
Pada rinduku-rindumu yang kian membuncah
Cinta memang tak mengenal jarak
Karena ruh kita terus berpagut mesra
Mencipta ruangnya sendiri
Meski raga tak ikut melebur
Kedahsyatan rindu telah terlukis pada empat senja
Bersama kelembutan warna-warna cinta yang sempurna tersirat
Menghadirkan sebentuk keindahan yang tak bisa terjemahkan oleh bahasa
Dan cinta masih saja menggeliat
Meski kini kau telah berdiri di hadapanku
Menanti satu peluk
Tuk setubuhi rindu
Bersama puisi yang kutuliskan pada dinding hatimu.
With love,
dimas_rafky
Link untuk puisi 'kangen itu rindu'
Sebeningnya cinta bersimpul jarak..
Kutitipkan belaian bersama hembusan bayu
Pada rinduku-rindumu yang kian membuncah
Cinta memang tak mengenal jarak
Karena ruh kita terus berpagut mesra
Mencipta ruangnya sendiri
Meski raga tak ikut melebur
Kedahsyatan rindu telah terlukis pada empat senja
Bersama kelembutan warna-warna cinta yang sempurna tersirat
Menghadirkan sebentuk keindahan yang tak bisa terjemahkan oleh bahasa
Dan cinta masih saja menggeliat
Meski kini kau telah berdiri di hadapanku
Menanti satu peluk
Tuk setubuhi rindu
Bersama puisi yang kutuliskan pada dinding hatimu.
With love,
dimas_rafky
Link untuk puisi 'kangen itu rindu'
Labels:
Percik puisi,
tetes cinta
10/18/07
Nuansa
Arahkan pandanganmu pada angkasa diatas,
Lihatlah megahnya langit..
Berhias kemilau mentari dan bergaun lembut awan
Kali ini ia biru dan anggun bersahabat
Berbekal apa yang kau milikki,
Jangan takut menatap masa depan
Terpuruk adalah pijakan tuk melompat lebih tinggi
Kelak sukses menjadi dermaga bagi bahteramu
Dan tentangku..
Jangan pernah bertanya mengapa aku tertawa,
Mengapa aku menangis,
Mengapa senyumku terpendar,
Mengapa aku menjamah guratan murung
Karena hidup dipenuhi hal baik dan buruk
Dan tercipta sukses pun gagal
Itulah jawabannya
Dan apa yang ku dapati selepas hari ini?
Aku tak tahu..
Lihatlah megahnya langit..
Berhias kemilau mentari dan bergaun lembut awan
Kali ini ia biru dan anggun bersahabat
Berbekal apa yang kau milikki,
Jangan takut menatap masa depan
Terpuruk adalah pijakan tuk melompat lebih tinggi
Kelak sukses menjadi dermaga bagi bahteramu
Dan tentangku..
Jangan pernah bertanya mengapa aku tertawa,
Mengapa aku menangis,
Mengapa senyumku terpendar,
Mengapa aku menjamah guratan murung
Karena hidup dipenuhi hal baik dan buruk
Dan tercipta sukses pun gagal
Itulah jawabannya
Dan apa yang ku dapati selepas hari ini?
Aku tak tahu..
Labels:
Percik puisi,
tetes bahagia
Aku dan cinta
A
Tak mampu ku jelaskan betapa eratnya jiwaku terikat pada cintamu
Betapa engkau mampu memainkan perasaanku seketika engkau mau
Tak dapat kumainkan kata tuk buktikan betapa engkau kuasai relungku
Mengisi sesak ruang hati
Wahai engkau..
Perempuan yang ku sebut cinta,
Entah dengan pemikat apa?
Telah kau ambil bagian jiwaku penuh kelembutan
Hingga tercipta keping-keping penuh kasih sayang
Yang entah dengan bahasa apa sentuhkan asma teragung dalam bathin
Hingga yang terlukis hanya semburat keindahan
Walau terkadang terhias warna luka
Yang sekejap saja sirna
Terlumat arus cinta
Selayaknya,
Ku memeluk sudut terindah dalam rasamu
Karena ku sematkan manik-manik rasaku pada figura hatimu.
***
B
Karena hati bukanlah sebuah rumus
Dimana dapat jelaskan segala hal
Pun begitu dengan ikatan kita
Hati pun tak sejenius pujangga
Hingga dapat main dan rangkaikan kata
Hanya asma cinta yang dapat buktikan ruang jiwamu yang penuh sesak
Tentang kita..
Ku buang jauh pemikat itu
Yang ku ingin kita saling memberi dan menerima sama besar
Dengan bahasa cinta yang hanya kita yang mengerti
Kita cipta keping-keping itu
Dimana satu luka yang tercipta adalah proses pembenahan diri
Hingga kita bisa peluk sudut tersulit keindahan cinta kita.
Tak mampu ku jelaskan betapa eratnya jiwaku terikat pada cintamu
Betapa engkau mampu memainkan perasaanku seketika engkau mau
Tak dapat kumainkan kata tuk buktikan betapa engkau kuasai relungku
Mengisi sesak ruang hati
Wahai engkau..
Perempuan yang ku sebut cinta,
Entah dengan pemikat apa?
Telah kau ambil bagian jiwaku penuh kelembutan
Hingga tercipta keping-keping penuh kasih sayang
Yang entah dengan bahasa apa sentuhkan asma teragung dalam bathin
Hingga yang terlukis hanya semburat keindahan
Walau terkadang terhias warna luka
Yang sekejap saja sirna
Terlumat arus cinta
Selayaknya,
Ku memeluk sudut terindah dalam rasamu
Karena ku sematkan manik-manik rasaku pada figura hatimu.
***
B
Karena hati bukanlah sebuah rumus
Dimana dapat jelaskan segala hal
Pun begitu dengan ikatan kita
Hati pun tak sejenius pujangga
Hingga dapat main dan rangkaikan kata
Hanya asma cinta yang dapat buktikan ruang jiwamu yang penuh sesak
Tentang kita..
Ku buang jauh pemikat itu
Yang ku ingin kita saling memberi dan menerima sama besar
Dengan bahasa cinta yang hanya kita yang mengerti
Kita cipta keping-keping itu
Dimana satu luka yang tercipta adalah proses pembenahan diri
Hingga kita bisa peluk sudut tersulit keindahan cinta kita.
Labels:
Percik puisi,
tetes cinta
Kehilangan
Entah mengapa,
Aku begitu takut pada satu kata yang bernama perpisahan
Padahal,
Sepenuhnya aku tahu
Pertemuan dan perkenalan adalah gerbang-gerbang menuju perpisahan
Dimana setiap yang berawal pasti kan berakhir
Setiap perpisahan yang ku alami
Menorehkan luka yang begitu mendalam
Bahkan semanis dan sehalus apapun
Perpisahan yang mereka coba cipta
Untuk mengakhiri kisah
Yang mereka anggap telah menemui ujungnya
Tetap saja hal itu melukaiku
Saat aku mencintai seseorang
Dan dia pun sepenuhnya mencintaiku
Ku pikir kebersamaan kan selamanya milik kami
Dengan saling mencinta,
Aku bisa mendapatkan senyumnya..
tawanya..
hatinya..
Tapi ternyata,
Ada satu hal yang takkan pernah bisa ku milikki
Yaitu jalan hidupnya
Kepergiannya,
Kepergian yang untuk selama-lamanya
Menciptakan kehilangan yang tak terperi bagi hatiku.
Aku begitu takut pada satu kata yang bernama perpisahan
Padahal,
Sepenuhnya aku tahu
Pertemuan dan perkenalan adalah gerbang-gerbang menuju perpisahan
Dimana setiap yang berawal pasti kan berakhir
Setiap perpisahan yang ku alami
Menorehkan luka yang begitu mendalam
Bahkan semanis dan sehalus apapun
Perpisahan yang mereka coba cipta
Untuk mengakhiri kisah
Yang mereka anggap telah menemui ujungnya
Tetap saja hal itu melukaiku
Saat aku mencintai seseorang
Dan dia pun sepenuhnya mencintaiku
Ku pikir kebersamaan kan selamanya milik kami
Dengan saling mencinta,
Aku bisa mendapatkan senyumnya..
tawanya..
hatinya..
Tapi ternyata,
Ada satu hal yang takkan pernah bisa ku milikki
Yaitu jalan hidupnya
Kepergiannya,
Kepergian yang untuk selama-lamanya
Menciptakan kehilangan yang tak terperi bagi hatiku.
Labels:
Percik puisi,
tetes sepi
C/w Kaulah cinta
Cinta memang tak bermata
Tapi setidaknya dia berhati
Maka kumenaruh hati padamu
Perempuan yang kurasa pantas kujadikan cinta
Bukan pada apa yang kulihat
Tapi pada apa yang kurasakan
Bukan pada apa yang kau milikki
Tapi pada apa yang telah kau lakukan untukku
Bukan pada pesonamu yang menggelorakan mata
Tapi pada cintamu yang menyejukan hati
Akhirnya,
Aku benar-benar mencintaimu
Bukan sebagai kekasihku,
Tapi perempuan yang kan menjadi ibu bagi buah hatiku.
With love,
dimas_rafky
Tapi setidaknya dia berhati
Maka kumenaruh hati padamu
Perempuan yang kurasa pantas kujadikan cinta
Bukan pada apa yang kulihat
Tapi pada apa yang kurasakan
Bukan pada apa yang kau milikki
Tapi pada apa yang telah kau lakukan untukku
Bukan pada pesonamu yang menggelorakan mata
Tapi pada cintamu yang menyejukan hati
Akhirnya,
Aku benar-benar mencintaimu
Bukan sebagai kekasihku,
Tapi perempuan yang kan menjadi ibu bagi buah hatiku.
With love,
dimas_rafky
Labels:
Percik puisi,
tetes cinta
10/16/07
Buah hatiku sayang
Sejenak kutatapi, kemudian kubelai lembut rambut bayi perempuan cantikku.
Ah, bahagianya hatiku, Tuhan kini telah mempercayaiku sebagai seorang ibu, meski bukan berasal dari rahimku sendiri. Bayi lucu yang tercipta sebagai anugerah bagi hidupku.
Kemiskinan itu tak lagi menghalangi suratan hidupku tuk memilikki buah hati.
Ah, pedihnya hidupku dulu. Lima belas tahun pernikahanku dengan suamiku, kami tak juga mendapatkan keturunan. Mandul?? Terbersit tanya dalam hati kami. Ya, mungkin salah satu diantara kami ada yang mandul. Entah aku, atau suamiku. Entahlah.., karena kami tak pernah memeriksakan hal tersebut. Karena tidak adanya uang, masalah klise yang selalu menemani keseharian kami.
Beberapa kali kami pernah meminta untuk merawat bayi yang baru saja dilahirkan dari beberapa tetangga yang tingkat ekonominya sama seperti kami. Miskin. Karena mereka sudah memiliki banyak anak. Kami pikir, akan bisa saling menguntungkan. Karena setidaknya, kami sudah mengurangi biaya hidup mereka dengan merawat buah hati mereka, dan kamipun bisa memiliki anak yang selalu kami dambakan walau bukanlah hasil dari benih cinta kami sendiri. Tapi hanya sumpah serapah yang kami dapatkan.
"Apa? Memberikan anak kami pada kalian? Yang benar saja! Apa yang bisa kalian beri pada anak kami? Hidup kalian saja sudah melarat. Kalaupun kami harus menitipkannya, akan kami berikan pada keluarga yang kaya raya. Yang bisa memberikan hidup dan masa depan yang baik pada anak kami". Ucap panjang mereka pada kami. Dengan nada sinis dan terasa begitu melecehkan.
Duh Gusti, perihnya hati ini. Tapi akhirnya kamipun mengerti. Mereka tak salah. Kami sadar dengan kondisi kami.
Pernah juga, kami mencoba untuk mengadopsi anak di sebuah rumah bersalin. Ternyata tidak mudah untuk mengadopsi anak. kami harus menyediakan uang Lima juta rupiah. Jumlah uang yang bagi kami begitu besar. Yang menurut pihak rumah bersalin tersebut sebagai pengganti biaya persalinan dan perawatan selama bayi tersebut berada di sana. Dasarnya kami orang miskin, mana mungkin kami punya uang sebanyak itu. Akhirnya, keinginan kami tuk menimang bayipun kembali kandas.
"Ah, lagi-lagi keinginan ini harus berujung perih". Ucapku membathin.
Tapi kami tak pernah putus harapan. Kami tak hentinya berdoa dan berusaha, semoga diwaktunya, Tuhan kan memberikan kepercayaan-Nya kepada kami sebagai seorang ibu dan ayah.
***
"Ti.., Narti..!" teriak suamiku memanggilku. Segera aku keluar rumah mencoba menyambut suamiku yang baru saja datang dari kampung sebelah, habis menjumpai sahabat lamanya.
"Ada apa toh, mas? Ko sepertinya senang benar?" Kubertanya pada suamiku, setelah melihat wajahnya yang tampak berseri.
"Begini ti, sahabatku memiliki bayi yang baru berusia dua bulan. Dia mau memberikan bayi itu pada kita. Ya, walaupun bayi itu tidak sesempurna bayi pada umumnya". Suamiku mencoba memberikan penjelasan.
"Apa mas?! Serius? Kamu tidak sedang bergurau kan?" Aku tidak bisa menutupi rasa tak percayaku.
"Benar, ti. Besok kita kembali ke sana untuk mengambil bayi tersebut". Suamiku mencoba meyakinkan. Semburat kebahagian begitu terpancar di wajahnya.
Ah, aku tak bisa tidur malam ini. Rasanya ingin segera esok tiba. Ingin segera menimang bayi itu. Rasa syukur kian memenuhi hatiku.
Pagipun tiba. Segera kamipun pergi menjemput calon bayi kami. Bayi yang kan menjadi curahan hati kami. Sebetapa burukpun keadaannya. Sebetapa berbedapun kondisinya dengan bayi pada umumnya. Aku kan tetap merawatnya. Menyayanginya dengan sepenuh jiwa.
***
Kuambil bayi perempuan cantikku dari tempat tidurnya. Kemudian kutimang. Ah, sepertinya ia ingin menyusu. Maka kucoba kukeluarkan payudaraku untuk menyusuinya. Walaupun kutahu, takkan keluar air susu dari payudaraku. Tapi setidakkya kubisa merasakan sebuah kebahagiaan seperti ibu-ibu lainnya. Ya, menyusui.
"Ti, gimana keadaan Monica, bayi cantik kita?" Tanya suamiku sambil membelai buah hati kami.
Ya, Monica, nama bayi perempuan lucu sumber kebahagiaan kami. Bayi monyet yang menjadi anak angkat kami.
Ah, bahagianya hatiku, Tuhan kini telah mempercayaiku sebagai seorang ibu, meski bukan berasal dari rahimku sendiri. Bayi lucu yang tercipta sebagai anugerah bagi hidupku.
Kemiskinan itu tak lagi menghalangi suratan hidupku tuk memilikki buah hati.
Ah, pedihnya hidupku dulu. Lima belas tahun pernikahanku dengan suamiku, kami tak juga mendapatkan keturunan. Mandul?? Terbersit tanya dalam hati kami. Ya, mungkin salah satu diantara kami ada yang mandul. Entah aku, atau suamiku. Entahlah.., karena kami tak pernah memeriksakan hal tersebut. Karena tidak adanya uang, masalah klise yang selalu menemani keseharian kami.
Beberapa kali kami pernah meminta untuk merawat bayi yang baru saja dilahirkan dari beberapa tetangga yang tingkat ekonominya sama seperti kami. Miskin. Karena mereka sudah memiliki banyak anak. Kami pikir, akan bisa saling menguntungkan. Karena setidaknya, kami sudah mengurangi biaya hidup mereka dengan merawat buah hati mereka, dan kamipun bisa memiliki anak yang selalu kami dambakan walau bukanlah hasil dari benih cinta kami sendiri. Tapi hanya sumpah serapah yang kami dapatkan.
"Apa? Memberikan anak kami pada kalian? Yang benar saja! Apa yang bisa kalian beri pada anak kami? Hidup kalian saja sudah melarat. Kalaupun kami harus menitipkannya, akan kami berikan pada keluarga yang kaya raya. Yang bisa memberikan hidup dan masa depan yang baik pada anak kami". Ucap panjang mereka pada kami. Dengan nada sinis dan terasa begitu melecehkan.
Duh Gusti, perihnya hati ini. Tapi akhirnya kamipun mengerti. Mereka tak salah. Kami sadar dengan kondisi kami.
Pernah juga, kami mencoba untuk mengadopsi anak di sebuah rumah bersalin. Ternyata tidak mudah untuk mengadopsi anak. kami harus menyediakan uang Lima juta rupiah. Jumlah uang yang bagi kami begitu besar. Yang menurut pihak rumah bersalin tersebut sebagai pengganti biaya persalinan dan perawatan selama bayi tersebut berada di sana. Dasarnya kami orang miskin, mana mungkin kami punya uang sebanyak itu. Akhirnya, keinginan kami tuk menimang bayipun kembali kandas.
"Ah, lagi-lagi keinginan ini harus berujung perih". Ucapku membathin.
Tapi kami tak pernah putus harapan. Kami tak hentinya berdoa dan berusaha, semoga diwaktunya, Tuhan kan memberikan kepercayaan-Nya kepada kami sebagai seorang ibu dan ayah.
***
"Ti.., Narti..!" teriak suamiku memanggilku. Segera aku keluar rumah mencoba menyambut suamiku yang baru saja datang dari kampung sebelah, habis menjumpai sahabat lamanya.
"Ada apa toh, mas? Ko sepertinya senang benar?" Kubertanya pada suamiku, setelah melihat wajahnya yang tampak berseri.
"Begini ti, sahabatku memiliki bayi yang baru berusia dua bulan. Dia mau memberikan bayi itu pada kita. Ya, walaupun bayi itu tidak sesempurna bayi pada umumnya". Suamiku mencoba memberikan penjelasan.
"Apa mas?! Serius? Kamu tidak sedang bergurau kan?" Aku tidak bisa menutupi rasa tak percayaku.
"Benar, ti. Besok kita kembali ke sana untuk mengambil bayi tersebut". Suamiku mencoba meyakinkan. Semburat kebahagian begitu terpancar di wajahnya.
Ah, aku tak bisa tidur malam ini. Rasanya ingin segera esok tiba. Ingin segera menimang bayi itu. Rasa syukur kian memenuhi hatiku.
Pagipun tiba. Segera kamipun pergi menjemput calon bayi kami. Bayi yang kan menjadi curahan hati kami. Sebetapa burukpun keadaannya. Sebetapa berbedapun kondisinya dengan bayi pada umumnya. Aku kan tetap merawatnya. Menyayanginya dengan sepenuh jiwa.
***
Kuambil bayi perempuan cantikku dari tempat tidurnya. Kemudian kutimang. Ah, sepertinya ia ingin menyusu. Maka kucoba kukeluarkan payudaraku untuk menyusuinya. Walaupun kutahu, takkan keluar air susu dari payudaraku. Tapi setidakkya kubisa merasakan sebuah kebahagiaan seperti ibu-ibu lainnya. Ya, menyusui.
"Ti, gimana keadaan Monica, bayi cantik kita?" Tanya suamiku sambil membelai buah hati kami.
Ya, Monica, nama bayi perempuan lucu sumber kebahagiaan kami. Bayi monyet yang menjadi anak angkat kami.
Labels:
Tetes cerpen
10/8/07
Akhir rasa ini
Selalu begini..
Terus mengulang,
Dilimuti sepi kala sendiri
Namun bersama pun aku tak kuasa
Hanya meratapi kehilangan
Tapi menangis aku tak bisa
Bukan karena tak terluka
Bahkan luka itu teramat dalam
Kau yang pernah menata hatiku
Dan menghiasinya dengan semarak warna-warni
Menjadikan cinta bentuk terindah dalam hidupku kala itu
Kemarin,
kau telah meluluhlantahkan rasa dalam istana hati ini
Meninggalkan cinta dan menjadikannya ruang kosong
Bisu tanpa kata,
Sunyi tanpa senandung,
Hanya lirih terjaga
Perih ini mungkin kan membekas
Tergambar jelas dalam riwayat kisahku
Namun ku tak mendendam
Karena menerima akan lebih menenangkan jiwaku
Dan terima kasih untuk setiap rasa manis yang kau beri dalam kecap hatiku
Meski kau sajikan pahit dalam suguhan terakhirmu
Dan selamat tinggal..
Terus mengulang,
Dilimuti sepi kala sendiri
Namun bersama pun aku tak kuasa
Hanya meratapi kehilangan
Tapi menangis aku tak bisa
Bukan karena tak terluka
Bahkan luka itu teramat dalam
Kau yang pernah menata hatiku
Dan menghiasinya dengan semarak warna-warni
Menjadikan cinta bentuk terindah dalam hidupku kala itu
Kemarin,
kau telah meluluhlantahkan rasa dalam istana hati ini
Meninggalkan cinta dan menjadikannya ruang kosong
Bisu tanpa kata,
Sunyi tanpa senandung,
Hanya lirih terjaga
Perih ini mungkin kan membekas
Tergambar jelas dalam riwayat kisahku
Namun ku tak mendendam
Karena menerima akan lebih menenangkan jiwaku
Dan terima kasih untuk setiap rasa manis yang kau beri dalam kecap hatiku
Meski kau sajikan pahit dalam suguhan terakhirmu
Dan selamat tinggal..
Labels:
Percik puisi,
tetes sepi
Jangan tutup hatimu
Benarkah itu isi jiwamu?
Setiap kata yang kau tuang pada bait-baitmu..
Itukah janji dan hasrat hatimu?
Menutup rasa akan kecap cinta?
Hidup dengan bersandar pada kenangan
Menuju mati bersama kehilangan yang erat menggelayut
Menghitamkan esok padahal ia untaian warna-warni
Jikala demikian adanya,
Hatiku miris akan pilihanmu
Karena hidup adalah pernik-pernik bahagia
Yang terlalu indah tuk bertuan pada sendu
Biarkan ia,
Lelakimu yang atas nama cinta tlah menjumpai kekekalan cinta sang segala Maha
Hangat dalam dekap-Nya
Dan engkau,
Perempuan yang setia atas nama cinta..
Biarkanlah lelakimu bertahta pada singgasananya
Satu tempat yang disebut kenangan
Bukan membunuh setia,
Bukan tak lagi cinta,
Tapi memang seperti itulah seharusnya
dan ia kan nyaman dan tersenyum padamu akan tempatnya
Sekarang,
Bukalah gerbang cinta itu
Lewat kunci yang kau simpan pada pojokan hatimu
Melangkah mengumpulkan kembali serpihan-serpihan bahagiamu
Mengulum senyum yang tlah lama terabaikan
Kelak,
Pada satu lelaki kan kau rasakan kembali cinta
Mungkin bukan lelaki yang kau dambakan
Tetapi lelaki yang kan terbukti terbaik untukmu
Lelaki yang dengan tangannya menyeka air matamu
Seseorang yang dengan cintanya membawamu pada bahagia tak bertepi
Percayalah,
Waktu itu kan tiba.
Setiap kata yang kau tuang pada bait-baitmu..
Itukah janji dan hasrat hatimu?
Menutup rasa akan kecap cinta?
Hidup dengan bersandar pada kenangan
Menuju mati bersama kehilangan yang erat menggelayut
Menghitamkan esok padahal ia untaian warna-warni
Jikala demikian adanya,
Hatiku miris akan pilihanmu
Karena hidup adalah pernik-pernik bahagia
Yang terlalu indah tuk bertuan pada sendu
Biarkan ia,
Lelakimu yang atas nama cinta tlah menjumpai kekekalan cinta sang segala Maha
Hangat dalam dekap-Nya
Dan engkau,
Perempuan yang setia atas nama cinta..
Biarkanlah lelakimu bertahta pada singgasananya
Satu tempat yang disebut kenangan
Bukan membunuh setia,
Bukan tak lagi cinta,
Tapi memang seperti itulah seharusnya
dan ia kan nyaman dan tersenyum padamu akan tempatnya
Sekarang,
Bukalah gerbang cinta itu
Lewat kunci yang kau simpan pada pojokan hatimu
Melangkah mengumpulkan kembali serpihan-serpihan bahagiamu
Mengulum senyum yang tlah lama terabaikan
Kelak,
Pada satu lelaki kan kau rasakan kembali cinta
Mungkin bukan lelaki yang kau dambakan
Tetapi lelaki yang kan terbukti terbaik untukmu
Lelaki yang dengan tangannya menyeka air matamu
Seseorang yang dengan cintanya membawamu pada bahagia tak bertepi
Percayalah,
Waktu itu kan tiba.
Labels:
Percik puisi,
Tetes hidup
Cuma begitu itu (kata-kata tumpul)
Melafadzkan rasa bahasa diantara pengagung keindahannya..
Menguntai kata diantara pencipta-pencipta kalimat
puitis berselaksa makna..
Kedataran bahasaku tak terbaca
Termakan paragraf-paragraf maha karya mereka
Dan aku masih saja berteman dengan kedataranku
Pada pemikiran yang selalu buntu
Berpuisi dengan terus meminjam kata
Menyuguhkan diksi tak semanis mereka
Biarlah,
Mereka berkata ini kalimat-kalimatku tak beriring makna
Penyajianku hanya sebatas keluh jiwa
Biarlah..
Ku ramu serbuk-serbuk jemu
Ku tabur pada hatimu hingga bertunas cercau
Meranggaskan muak pada pohon jiwamu
Ah,
Aku lelah mencoba hebat
Biar aku menulis mengikuti apa mauku
Aku tak mau bathinku terus bergulat
Menutupi ketidakmampuanku
Maaf,
Ku masih saja meminjam kata.
Menguntai kata diantara pencipta-pencipta kalimat
puitis berselaksa makna..
Kedataran bahasaku tak terbaca
Termakan paragraf-paragraf maha karya mereka
Dan aku masih saja berteman dengan kedataranku
Pada pemikiran yang selalu buntu
Berpuisi dengan terus meminjam kata
Menyuguhkan diksi tak semanis mereka
Biarlah,
Mereka berkata ini kalimat-kalimatku tak beriring makna
Penyajianku hanya sebatas keluh jiwa
Biarlah..
Ku ramu serbuk-serbuk jemu
Ku tabur pada hatimu hingga bertunas cercau
Meranggaskan muak pada pohon jiwamu
Ah,
Aku lelah mencoba hebat
Biar aku menulis mengikuti apa mauku
Aku tak mau bathinku terus bergulat
Menutupi ketidakmampuanku
Maaf,
Ku masih saja meminjam kata.
Labels:
Percik puisi,
tetes sepi
Narsis
Kubuka sebuah album usang, yang baru saja kuambil dari sebuah tempat rahasiaku. Album yang berisi kumpulan potret yang mengisahkan goresan kelam masa mudaku. Entahlah, aku tak mengerti, mengapa saat ini aku begitu ingin membukanya kembali. Sebuah album tentang manis getir yang begitu kuat merambahi perasaanku. Tentang kebodohan dan kenaifanku, tentang kekacauan jiwaku, tentang kesemrawutan yang menemani keseharianku di masa lalu. Album yang seharusnya telah kumusnahkan. Sejak kujumpai sebuah paras ayu dari seorang perempuan penuh kelembutan yang mampu merubah segala kekacau-balauan otakku yang dipenuhi pernik dan percik ketidak-wajaran. Dan menatanya menuju hidup yang teratur. Membenarkan pemikiran-pemikiran salahku.
Seorang perempuan yang kini menjadi ibu bagi dua putri cantikku. Perempuan saleha yang menjadi istri terbaik di jagat raya dalam alur pandangku.
.....
Kutatapi lembar demi lembar foto-foto itu. Melepaskan jiwaku, meniti momen-momen dimana lelaki muda yang ada pada foto itu menjalani hidupnya. Lelaki yang paling kucintai dalam hidupku. Melebihi cintaku pada siapapun, bahkan terhadap istri dan buah cinta kami.
"Owh.., betapa tampan lelaki muda ini". Sanjung hatiku dengan tatap mata yang tak lepas dari foto itu.
Kesempurnaan fisik memang terpancar jelas dari lelaki keturunan Arab itu. Sepasang bola mata hitam nan bening, yang mampu menenangkan mata-mata lain yang memandangnya. Dihiasi alis tebal yang teduh memayungi. Dengan hidung mancung dan bibir sensual, keindahan nan menawan. Raut wajah maha tampan yang pernah kujumpai. Disempurnakan dengan tubuh kekar ala tentara, menjadikan ia pria tampan nan gagah pengundang mimpi para wanita. Menciptakan kekaguman di hati mereka, juga hatiku.
.....
Segenap rasa letihku akibat pekerjaan yang menguras pikiran dan tenagaku di kantor, rasanya berkurang sudah. Semangat baru hadir kini, dengan menatap wajah lelaki masa laluku.
"Ini yah, secangkir teh hangat, untuk sedikit mengurangi letih ayah!" sebuah suara lembut Fitriani Soleha, istriku. Menempatkan kembali pada ragaku, ruh-ruh yang melayang bersama lamunanku.
Segera kututup album foto tersebut. Dan kusembunyikan di balik bantal sofa ruang tamu yang sedang kududuki.
"Duh, gawat! Jangan sampai bunda tahu tentang album itu. Jadi kacau nanti!!" Suara hati ketakutanku bicara.
"Itu album foto ya, yah?" Tanya istriku.
Jantungku berdegup kencang. O..ow, ternyata aku tidak dengan benar menutupi album tersebut. Sehingga masih ada bagian yang terlihat oleh istriku.
"Tadi, bunda perhatikan, ayah begitu syahdu menatapi lembar demi lembar foto itu. Foto siapa sih, sepertinya istimewa sekali bagi ayah?" kalimat-kalimat istriku seolah pisau tajam yang menghunjam jantungku. Menghentikan sejenak tarik nafasku.
"Kiamat..!!" Seru bathinku.
Diambil dan dibukanya album itu. Dan sebuah senyuman kecil tersungging dari bibirnya.
"Ya ampun, yah!! Aneh-aneh dan lucu sekali gaya ayah dalam foto-foto ini". Ucap istriku diantara senyumannya yang kian merekah.
dimas_rafky
Bekasi, 06102009
Seorang perempuan yang kini menjadi ibu bagi dua putri cantikku. Perempuan saleha yang menjadi istri terbaik di jagat raya dalam alur pandangku.
.....
Kutatapi lembar demi lembar foto-foto itu. Melepaskan jiwaku, meniti momen-momen dimana lelaki muda yang ada pada foto itu menjalani hidupnya. Lelaki yang paling kucintai dalam hidupku. Melebihi cintaku pada siapapun, bahkan terhadap istri dan buah cinta kami.
"Owh.., betapa tampan lelaki muda ini". Sanjung hatiku dengan tatap mata yang tak lepas dari foto itu.
Kesempurnaan fisik memang terpancar jelas dari lelaki keturunan Arab itu. Sepasang bola mata hitam nan bening, yang mampu menenangkan mata-mata lain yang memandangnya. Dihiasi alis tebal yang teduh memayungi. Dengan hidung mancung dan bibir sensual, keindahan nan menawan. Raut wajah maha tampan yang pernah kujumpai. Disempurnakan dengan tubuh kekar ala tentara, menjadikan ia pria tampan nan gagah pengundang mimpi para wanita. Menciptakan kekaguman di hati mereka, juga hatiku.
.....
Segenap rasa letihku akibat pekerjaan yang menguras pikiran dan tenagaku di kantor, rasanya berkurang sudah. Semangat baru hadir kini, dengan menatap wajah lelaki masa laluku.
"Ini yah, secangkir teh hangat, untuk sedikit mengurangi letih ayah!" sebuah suara lembut Fitriani Soleha, istriku. Menempatkan kembali pada ragaku, ruh-ruh yang melayang bersama lamunanku.
Segera kututup album foto tersebut. Dan kusembunyikan di balik bantal sofa ruang tamu yang sedang kududuki.
"Duh, gawat! Jangan sampai bunda tahu tentang album itu. Jadi kacau nanti!!" Suara hati ketakutanku bicara.
"Itu album foto ya, yah?" Tanya istriku.
Jantungku berdegup kencang. O..ow, ternyata aku tidak dengan benar menutupi album tersebut. Sehingga masih ada bagian yang terlihat oleh istriku.
"Tadi, bunda perhatikan, ayah begitu syahdu menatapi lembar demi lembar foto itu. Foto siapa sih, sepertinya istimewa sekali bagi ayah?" kalimat-kalimat istriku seolah pisau tajam yang menghunjam jantungku. Menghentikan sejenak tarik nafasku.
"Kiamat..!!" Seru bathinku.
Diambil dan dibukanya album itu. Dan sebuah senyuman kecil tersungging dari bibirnya.
"Ya ampun, yah!! Aneh-aneh dan lucu sekali gaya ayah dalam foto-foto ini". Ucap istriku diantara senyumannya yang kian merekah.
dimas_rafky
Bekasi, 06102009
Labels:
Tetes cerpen
Subscribe to:
Posts (Atom)