7/21/09

Catatan Kegagalan


Secepat mentari pagi mengeringkan tetes embun
Bahagia berganti kecewa
Sedang hasratku masih haus akan beningnya
Jiwa ini masih butuh rembas sejuknya.

Di manakah Sang segala maha meletakan kunci keabadian bagi bahagiaku
Sebab kumau ia selalu tinggal dalam ruangku
Sebagai penghuni yang kuingini
Biar kecewa hanya datang sesekali saja
Sebagai tamu yang menyambangi limpah senyumku
Yang kan membuatku terus merawat bahagia agar kerasan di sini

Dan pada satu hal
Kuakui catatan tentangnya adalah baitbait kegagalan.


*photo source: Courtesy of Wanda Leopolda

7/20/09

Tentang Biru



Senja tadi,
Kau menuntaskan gundah yang beberapa hari berhijrah di jiwaku
Sungguh di matamu kutemukan sejuk
Di birunya yang sebiru lautan
Bentang luas yang tengah kurindukan

Lewat tengah malam,
Ku masih tak mampu pejam
Rasaku dibanjiri bahagia
Sebab keajaiban yang memercik di cawan takdirku
Ah, kau deburkan riak rasaku yang kini berombak

Entah apa yang memberanikanku tuk memulai
Kenekatan yang mencipta indah
Dua budaya membaur dalam perbincangan hangat kita
Barat dan timur menyatu di jemariku dan jemarimu yang saling menggengam
Kau membuatku merasa bahwa berbeda itu indah.

Hey, the owner of blue eyes..
That twilight was the first time we met
And let me get the second till thousands.


Photo Courtesy of Wanda Leopolda

6/17/09

Surat hari ini (part 3)



Untuk seseorang,

Ini adalah hampa-hampa yang mulai berisi
Tiada-tiada yang mengundang ada
Tentang benci yang mencipta rindu
Di antara amarah yang berubah iba

Kau seringkali mewarnakan hitam dan putih
Terlupa ada abu-abu di antaranya
Sedang dari kita kebanyakan bersifat abu-abu:
Tak benar-benar hitam atau putih

Kau dan aku: kita,
Ini bukan perkara tentang siapa yang kelam atau suci
Melainkan tentang berbedanya kepentingan dan kondisi hati
Sehingga intrik pun tercipta
(Semoga kita mampu mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi)

Sungguh telah terjadi tiada-tiada yang menjadi ada
Puitis-puitis yang kembara telah pulang ke hatiku
Lalu masihkah perlu mewarnakan merah?
Sedang kamu adalah stimulant penemuan puitis yang telah kubuang.

Untuk surat ketiga ini,
Sungguh benar-benar tak ada lagi kandungan amarah dalam perangkaiannya.

6/14/09

Surat hari ini (part 2)


Untuk seseorang,

Kumerasa kutelah begitu berdosa
Sengaja membiarkanmu dalam himpitan rasa bersalah
Padahal sesungguhnya sejak awal kumemaafkan dan tak pernah mendendam

Aku hanya ingin kau tak mengulangi
Dan menyadari bahwa pradugamu
Bukan berarti kebenaran yang terjadi
Karena banyak sisi yang tak bisa kau baca dengan benar akanku


Aku hanya sedang ingin diam
Tak ingin banyak berbicara
Kuharap kau faham akannya

Hatiku memang terjerat ikat kecewa
Tapi bukan berarti aku kan terperangkap selamanya
Sebab sejak dulu kumengerti
Bahwa jemari maaf mampu membuka belenggubelenggu sakit hati

Dan kini,
Mari kita memulai kembali
Bersisian dengan lebih saling menghormati
Melepas canda lewat kata yang bernurani
Mengundang tawa lewat polah yang bijak
Jangan sampai kita tertawa di atas perih sang sahabat
Sungguh berdosa bila berbahagia di atas deritanya.


Sujudku ya Rabb,
Hadirkan rasa takut dalam relungku
Sehingga kuterhindar dari perbuatanperbuatan tidak benar.

6/13/09

Surat hari ini


Untuk seseorang,

Maafkan kumemilih tuk membangun jarak
Menciptakan sebuah batas
Garisgaris yang tak boleh kau lewati
Ruangruang yang tak kuijinkan kau masuk

Sebab di sini ada bagian yang teramat rapuh
Yang kerap kau sentuh
Dan kemarin hampir poranda

Kutahu kau tak pernah bermaksud melukai
Sebab tak kau lihat kerapuhannya
Itulah mengapa dulu berulang kukatakan
“Kau tak pernah benarbenar tahu aku, dan jangan berpura tahu aku”.
Karena nyatanya kau hanya tahu sebagian kecil tentangku.

Biarkan tersisip sekat antara kita
Kan jadi kaku memang
Tapi biarlah

Mungkin kamu kecewa
Sesungguhnya aku juga
Kau bilang dadamu sesak mendengarnya
Terlebih aku, seseorang yang tak terbiasa dengan amarah
Tapi setidaknya ini lebih nyaman buatku
Semoga untukmu juga

Biarkan terus begini
Hingga jarak yang kubangun terkikis oleh waktu
Entah kan hilang atau semakin tebal

Aku memaafkan dan tak mendendam
Mungkin itu saja kalimat penenang yang bisa kuberi untukmu.

4/9/09

partikel rindu




Aku rasakan kehadiranmu sayangku
Lewat partikel-partikel udara yang kuhirup
Kurasakan sentuhanmu sayangku
Lewat pejam dan lepas jiwaku
Aku merasakan..

Di sini,
Ada gemuruh rindu
Ada getar yang tak teralirkan
Ada ingin yang tak terlaksana

Aku tahu keberadaanmu
Kau tahu keberadaanku
Tapi kita tak bersama
Tak bisa menyatukan jemari lewat genggaman

Sayangku,
Di rerontokan daun ingin kugugurkan pula rinduku
Namun ternyata ia tak juga habis, malah merimbun
Bersama angin ingin kulayangkan segala hampa-hampa tanpamu
Namun angin hanya mampu menerbangkan separuhnya
Setengahnya masih menggelayuti dan ternyata beranak pinak

Sayangku,
Berpuluh retakan telah kutambal
Hanya agar kerinduan tak terus menjalar
Beragam mantra telah kuucap
Namun rindu semakin memburu

Tampaknya,
Takkan ada yang mampu menyembuhkannya selain kebersamaan.

4/5/09

Aku bahagia


Adalah desir tenang yang berhembus di safana hati, penggambaran bagi sesuatu yang kusebut bahagia: bukan senyum, bukan tawa.


Kukatakan ku bahagia. Bukan lewat senyum, bukan lewat lebar tawa yang senantiasa menghias rautku. Kukatakan ku bahagia lewat simfoni damai yang mengaliri irama detak jantungku. Di tarik nafasku, kuhirup beragam molekul yang nantinya kuracik menjadi rumpun kata: bahagia. Bahkan ketika di selimuti resah pun, kutahu bahagia tak pernah benar-benar pergi dariku. Ia hanya sedikit berganti rupa dan menguji apakah aku masih mengenalinya atau tidak.

Di sini, di belantara pemikiranku, dapat kutemukan beribu alasan mengapa kupantas dan selayaknya terus merasa bahagia. Di situ pula, kutemukan bagaimana cara menghayati hidup dan meresapi bahagia. Di situ, di belantara pemikiranku: di suwir-suwir hatiku.

Pada cinta yang datang dan pergi, akan sahabat-sahabat yang hadir dan berlalu silih berganti: kumengerti memang tak ada keabadian di dunia ini. Yang terpenting hanyalah menghargai ketika ia hadir, memberikan perlakuan yang layak, merelakannya pergi ketika telah habis masa kebersamaan (dan bila Tuhan berkenan, di waktu yang telah Ia tentukan, pasti kan kembali tercipta perjumpaan).

I realize that value of my care is not stable. It’s sometimes getting higher and lower. But, one thing you must remember: here, I’ll try to keep my affection.

Di perjalanan ini ku tahu kan kujumpai banyak perubahan. Dan tak terkecuali akan diriku, tentunya akan ada banyak hal yang kan berubah: dengan atau tanpa kusadari, dengan atau tanpa kuinginkan. Tetapi satu harap yang ingin kujaga, semoga segala yang baik yang tumbuh di taman ikatan kita tak terberangus oleh bara perubahan. Karena di situ, di taman yang kita sama-sama menanam pohon-pohon keindahan rasa, kita dapat menatap dan menikmati beragam warna hasil persilangan hatiku dan hatimu. Taman yang kan melewati musim-musim yang kan membuatnya kian asri, dimana rintik gerimis dan sinar surya kan selalu dibutuhkan keberadaanya.

One lesson we must understand: differences are created to be harmony. Not to let odds get exist.

4/1/09

You can call this: diary.



Mungkin ini hanyalah sebuah rasa sesaat yang kan hilang dikikis hari. Namun biarkanlah aku mengalirkan tetes-tetes rasa yang memerciki telaga hatiku.

Di sana segalanya berawal dan entah di mana semuanya kan berakhir: aku, kalian, kita takkan pernah tahu.

Jelas perasaan ini bukanlah cinta, melainkan sebentuk kasih seorang adik terhadap kakak-kakaknya.

Kamu..
Ya, kalian! Sepasang suami isteri yang telah menghadirkan kenyamanan di padang rasaku, selaksa hembus angin bagi tubuh berpeluh.

I was so blessed to find both of you
Yes, those are just the words I can say
I won’t think how long will God gives me time to be with you
Because we’ll never know what will the future bring to us
And feeling can easily change
So, Let this fraternity goes by fate
(just like the meeting between us)
Not to think about tomorrow
We just need to enjoy this moment
The time we are breathing
Time when names of you written beautifully in diary of my heart
(perhaps it seems so excessive, but, that’s the exist reality).

Mungkin, ketika beberapa sahabat membaca tulisan ini, sebagian dari mereka ada yang merasa posisinya kan tergantikan. Tapi percayalah, sungguh tidak demikian adanya. Karena perjalanan panjang itu pun teramat berarti, begitupun sosok-sosok yang melakoni perjalanan itu. Dan kalian dengan mereka ada dalam ruang yang berbeda, dan bukan hal yang mustahil pada satu waktu kan ada momen dimana aku, kalian, dan mereka kan berada di ruang yang sama.

But, now, let me just talk about them. Once again, that’s not because you have no meaning anymore. Truely, that’s not.

***

I still remember that lose is finding a new one. And it can be finding is loss, next. But, as I told you before, I don’t wanna think about tomorrow. Just do the best today, because automatically it will give a good effect for tomorrow. So, nothing is more beautiful than enjoying what we have today. Sadness or joyful is just result of we package the feeling. And by this writing you can know what color came to me.

3/9/09

Telaga rasa (rindu pulang)


Terik mentari terasa kian menyengat sekujur tubuhku
Membakar jiwa yang kian merah dalam gelisah
Aku ingin menuju telaga
Kembali renang dalam bentang tenangnya
Dan berbagi keluh tentang hidup dan luka hati
Mendayu nada dalam terang dan redup cinta
Di sana ada simfoni yang tak henti mengalun

Tuhan,
Aku ingin kembali berbagi kisah dengan mujaer yang setia mendengar
Meski ia tak mengerti bahasa yang kuhantarkan
Aku ingin mengecup teratai yang keindahannya sempat terlupakan olehku
Dan engkau tahu: aku rindu

Di sini aku masih terus mencari jalan pulang
Menyelesaikan kembara yang hanya menangkup rumput-rumput pilu
Perjalanan itu telah begitu panjang dan menyesatkanku
Entah terluka atau kerap melukai tanpa terasa
Tuhan,
Berilah aku jalan: aku teramat rindu.



Sedikit untai pengiring:
**Memang, tentang keindahan raut yang ingin kudapati. Tapi yang paling kunantikan adalah pilar-pilar nyaman tuk menopang panggung rasaku yang kerap goyah. Sungguh tak bermaksud mengabaikan setiap cinta yang Engkau anugerahkan. Ku selalu belajar tuk menghargai keberadaan mereka, dan berusaha membingkis bahagia untuk setiap yang mencoba mengisi hampaku: tapi aku tak bisa. Tuhan mengapa tak kau buat saja jiwa-jiwa yang ingin kurengkuh itu memilikki rasa yang senada denganku. Atau bila tidak, kau buat aku mencintai mereka-mereka yang mencintaiku. Sehingga tak ada satupun yang terluka. Tak ada satupun yang terseret kehampaan: tidak aku, tidak mereka.

3/7/09

Ingatan tentang kalian


Dalam ranah yang mereka sebut keabadian
Aku bersemayam bersama ingatan tentang kalian
Kudekap dan kuucap namamu satu demi satu
Sebelum lautan cahaya melarutkan kita dan waktu
Walau tiada aksara di sana
Walau tiada wujud yang serupa
Tanpa pernah tertukar aku menemukanmu semua
Sebagaimana engkau semua menemukanku
Empat, lima, dan enam
Berapapun banyaknya kita tersempal
Perlahan lebur menjadi tunggal
Dua, satu, dan kosong
Bersama kita lenyap menjadi tiada

Dalam ranah yang mereka sebut kehidupan,
Aku dan kalian menangis dan meregang di antara ruang
Aku dan kalian tersesat dalam belantara nama dan rupa
Masihkah kau mengenali aku?
Masihkah aku mengenalimu?
Jiwa kita tertawa dan berkata:
Berjuta kelahiran dan kematian telah kita dayakan,
Berjuta kata dan sabda telah kita ucapkan,
Berjuta wadah dan kaidah telah kita mainkan,
Hanya untuk tahu tiada kasih selain cinta
Dan tiada jalinan selain persahabatan
Meski tak terkira banyaknya nama dicipta
Meski tak terhingga rasa menjadi pembeda
Aku akan menemukanmu semua, sebagaimana engkau semua menemukanku
Sahabat, jika kita berpecah raga
Satu, jika kita memadu raga
Tiada, jika hanya jiwa

Inilah kenangan yang kucuri simpan
Saat kubersemayam dalam ranah yang mereka sebut keabadian

Inilah kenangan yang kusisipkan di sela-sela mentari dan bulan
Yang kelak mereka bisikkan saat kucari kalian
Dalam belantara yang dinamai kehidupan

Ingatan pertama dan terakhir
Yang mengikuti saat aku terlahir
Yang bersembunyi hingga kalian semua hadir
Yang menemani saat udara usai mengalir

Cinta dan sahabat
Sahabat dan cinta
Itulah jiwa yang terpecah dengan sederhana

Sisanya fana.


written by Dewi Dee Lestari