10/28/08

Gerimis, Hujan (second version)



Aku melihat gerimis menurunkan rintiknya setengah hati. Padahal sekujur tubuh awan sejak pagi telah menghitam: perih. Dan telah melantunkan pedihnya lewat genderang petir yang bersiluet menjadi keris-keris bercahaya: harusnya segera di sambut panah-panah hujan, rupanya tidak kali ini.

"Lekas naikkan busurmu, gerimis. Dan bidiklah, agar panah-panah hujan melesat ke hamparan kerontang itu!" titah awan.

Tampaknya Gerimis acuh saja. Malah semakin larut dalam diamnya. Semakin kuat mendekap mutiara-mutiara jiwanya agar tak berjatuhan.

"Hai, gerimis! Tak kau dengarkah genderang hujan telah lama kutabuh, tak kau lihatkah beban yang kurasa sedari pagi? Tak ada lagi putih yang tersisa. Warnaku tlah begitu kelam. Aku tak kuasa lagi menahan siklus alam, kasihanilah aku! kasihanilah partikel-partikel dahaga di dataran kering itu!" titah awan berganti rajuk.

"Rintikku terlalu indah tuk berganti hujan, wahai mendung awan!" kata-kata terakhir gerimis sebelum akhirnya panah hujan menghujami sesosok raga renta: bumi.

No comments: