9/3/08

Bagilah pedihmu (sahabat)


Berbagi, adalah koridor manis tuk mengikis pedih.

Lihat, sahabat!
Tubuhmu bergetar hebat. Maka, luapkan saja amarahmu, alirkan luka itu: mari kita berbagi! Terasa oleh hatiku bebanmu, tak mampu lagi kamu membendung luapannya. Sayat-sayat luka yang kukira telah sembuh, leler-leler perih yang kupikir telah lama mengering, ternyata semakin parah.

Aku di sini, sahabat!
Masih berjalan di setapak yang sama, masih tetap mengagungkan persahabatan kita. Aku masih menempatkanmu sebagai terbaik dalam runutan perkawananku. Terbaik. Ya, masih kamulah yang terbaik, yang tak memberikan luka, meski kadang kumencubit gumpal rasamu.

Mari sahabat, sandarkan kepalamu di pundakku. Bersama peluk, deburkanlah riak gundahmu. Lafadzkan ayat-ayat luka yang menggema di rongga dadamu. Aku tak mau samar, tak ingin meraba rasa. Lantunkan, agar kumampu memberi sudut pandangku dengan benar akan masalahmu.

Sahabat,
Delapan belas tahun bukanlah masa yang singkat bagi perjalanan kebersamaan kita. Walau sama-sama kita sadari, takkan pernah seratus persen kita saling memahami. Tapi kita sama merasa, akulah yang paling mengerti kamu, dan kamulah yang paling mengerti aku.

Sahabat,
Menangis memang bukan hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki dalam menghadapi masalah. Tapi bukanlah hal yang salah, apalagi hina untuk kamu lakukan. Menangislah, bila dengan menangis dapat kamu hapuskan pedihmu, bersama rinai air mata yang mengalir.

Kutahu,
Dirimu tak selemah aku dalam menghadapi masalah. Tapi mampu kubaca, jiwamu telah begitu lelah menggeluti masalah yang kian rumit, semakin pekat.

Sahabat,
Mari sejenak lupakan bebanmu. Mari kita berlayar ke masa lalu. Mengenang hal-hal manis yang pernah kita alami. Membuka kembali bait-bait indah dalam puisi hidupmu. Agar kembali lega ruang rasamu, hingga kamu dapat kembali tersenyum lepas.

Inilah yang bisa kuberi, kuncup-kuncup doa, semoga bahagiamu bermekaran dalam nyata. Layu dan gugur segala penatmu. Kuberdoa..

No comments: